Kota Kedua! Ibukota Hungaria ini dulunya pernah sempat menjadi bagian dari Kekaisaran Utsmaniyyah juga dan katanya umat Muslim mulai diakui di kota ini. Perjalanan trip Eropa kami kali ini sejatinya bukan cuma jalan-jalan, tapi juga untuk melihat kehidupan Islam di tiap negara yang kami datangi. Berdasarkan info-info yang kami dapati sebelum sampai ke Budapest, keadaan Muslim di Hungary tidak lagi seperti keadaan sebelum abad-19. Di mana Muslim tidak dianggap dan sering diusir bahkan dipaksa untuk masuk Katolik. Tapi apakah benar keadaan Muslim di Hungary benar-benar dikategorikan baik? Hal ini dapat kami simpulkan dengan keadaan mesjid yang nanti akan saya deskripsikan di blog ini. Kedatangan kami di Budapest disambut oleh kehangatan matahari yang menyembul dari Liberty Bridge di atas Sungai Danube. Sungai terpanjang kedua di Eropa yang melintasi 10 negara yang berada di Eropa Tengah dan Eropa Timur. Bermula dari Jerman, Austria, Slovakia, Hungaria, Kroasia, Serbia, Bulgaria, Moldova, Ukraina, dan berakhir di Delta Danube di Romania. Jadi, sungai ini menjadi salah satu bagian terpenting bagi sepuluh kota-kota tersebut dalam proses perdagangan melalui jalur air. Tepat di sebelah Liberty Bridge, Elizabeth Bridge juga ternyata tak mau kalah memamerkan keindahannya. Nama dari jembatan yang juga menghubungkan Buda dan Pest ini diambil dari nama ratu Hungary. Melihat Elizabeth Bridge mengingatkanku dengan Bosphorus di Istanbul yang kini namanya telah berubah menjadi 15 Temmuz Şehitler Köprüsü sejak pergerakan kudeta militer beberapa waktu lalu di Turki. Dari dua jembatan ini, aku dan teman-teman menuju ke Central Market yang berada ga jauh dari Sungai Danube. Central Market merupakan pasar tradisional yang dibuka sejak abad ke-19 dan dikenal dengan sebutan Vasarc Sarnok. Sayangnya karena Halloween dan libur nasional, kami tidak dapat memasuki pasar karena tutup. Dari situ kami menuju ke National Museum yang juga dibangun pada abad ke-19 seperti yang terukir di patung yang terdapat tepat di depan museum. (MDCCCLXXXXIII). Saat kami sedang menyusuri jalan, kami menemukan bangunan besar dengan dua menara di sisinya. Arsitektur bangunan tersebut bergaya Islam, design dinding dan jendelanya tidak asing di mata kami, bahkan ada kubah kecil di atas menaranya, hanya saja tidak ada kubah besar di tengah seperti mesjid pada umumnya. Awalnya kami benar-benar mengira itu mesjid, tapi ternyata bangunan tersebut merupakan Sinagog Yahudi terbesar Hungari yang juga merupakan sinagog terbesar di Eropa dan kedua di dunia. Unik, design sinagog ini mirip dengan arsitektur Islam. Karena penasaran kami pun ingin masuk ke dalamnya. Kami sampai di sinagog ini bisa dibilang cukup pagi, tapi ternyata antrian untuk memasuki sinagog ini sangat panjang. Alhasil kami tidak masuk untuk melihat isi sinagog. Walau kami ga masuk ke dalam sinagog tapi kami masuk ke dalam gereja yang paling khas di Hungary, St. Stephen Church dan ternyata sedang ada peribadatan di dalamnya. Kami tak berlama-lama di dalam gereja karena pertama merasa tidak nyaman dilihatin orang-orang sekitar, mungkin karena jilbab. Kedua karena bau aroma lilin yang dibakar di di dalam gereja bukan hal yang biasa bagi kami. Dari sini kami langsung menuju ke tempat yang paling ditunggu-tunggu. Parliament Building. Beruntungnya kami ketika sampai ternyata ada pertunjukan dari tentara-tentara penjaga gedung dan kesempatan untuk mengambil foto bersama mereka 😀 Puas foto-foto di gedung parlement kami berencana menuju ke Citadella, bukit tertinggi dan benteng di Hungary dengan menaiki cable car dari Zero Kilometre Stone. Sayang beribu sayang memang, semua tempat yang kami kunjungi selalu penuh dengan para turis dan antrian panjang membuat kami menyerah untuk naik ke atas. Dari sini, pemandangan cantik jembatan yang juga menjadi simbol kota Hungary terbentang. Chain Bridge merupakan jembatan lain yang juga menghubungkan bagian Buda dan Pest dan berada di atas Sungai Danube. Ada pertanyaan yang belum terjawab di awal blog ini. Bagaimana keadaan Islam di negeri ini? Setelah lelah berkeliling Hungari, kami memutuskan untuk mencari mesjid terdekat. Dan beginilah bentuk mesjid di Hungary. Mesjid ini bernama Mesjid Darussalam. Bagian pemisah antara laki-laki dan perempuan hanyalah kayu yang disusun di tengah-tengah ruangan. Lantai atas untuk perempuan dan lantai bawah untuk laki-laki. Bisa dilihat jadi bagaimana rendahnya atap mesjid ini. Perbandingan yang tentunya tidak sesuai dengan besarnya sinagog Yahudi, atau megahnya gereja St. Stephen. Tapi beginilah sosok Islam yang katanya mulai diakui di negeri ini. Melihat seluruh keindahan Budapest lalu mendapati keadaan mesjid seperti ini membuat saya dan teman-teman kecewa dan sedih. Andai keadaan Islam yang katanya baik itu benar-benar telah baik. Namun dari semuanya kami mengambil pandangan positif. Mungkin ini juga merupakan awal Islam di negeri ini. Siapa yang tahu, mungkin tahun 2016 mesjid di Hungari hanyalah ruangan gelap, kecil dan sempit tapi sepuluh tahun lagi mungkin Hungari memiliki mesjid agung seperti Roma dan peningkatan umat Islam juga terus bertambah. Aaamiin salam hangat kami dari Hungaria :)
0 Comments
Leave a Reply. |
SELAMAT DATANG :DCategories
All
Archieve
December 2020
|