![]() Kadang kita tak pernah mengerti tentang misteri yang diberikan Tuhan. Ya, hidup. Hidup yang bagi kita sebuah pencapaian dan juga tempat merenda beribu impian. Banyak jalan kita tempuh untuk dapat menggapai apa yang telah kita gantung di hadapan. Bersusah-payah memeras seluruh keringat demi sebuah cita-cita. Berharap suatu hari Tuhan mau mengabulkannya menjadi nyata. Namun, terkadang Tuhan juga punya rencana berbeda. Mungkin jalan yang kita lalui bukanlah jalan yang Ia inginkan. Lalu, jalan itu tertutup begitu saja. Sekeras apapun kita berusaha mencoba menerobosnya, tetap saja, Ia tak mengizinkan. Jatuh, berkali-kali. Bukan berarti dunia runtuh. Akan selalu ada jalan baru yang terbuka dan Ia menginginkan kita melaluinya. Mungkin selanjutnya bisa jadi kita terjatuh lagi. Namun, bukan berarti kita harus mengadili dan marah. Lalu mengatakan, mengapa harus aku yang mengalami ini? Tuhan tidak adil! Aku membenci Tuhan! Naudzubillah min dzalik. Beginikah seorang hamba bersikap? Tidakkah kita mengingat berapa banyak yang telah diberikan Allah Swt. untuk kita? Setiap helaan nafas, setiap jengkal langkah, setiap kedipan mata. Bayangkan saja jika Allah Swt. membuat kita satu menit saja tidak dapat berkedip. Sanggupkah kita menahan perihnya udara yang masuk ke dalam mata? Tidak! Lalu mengapa masih mengeluh? Mengapa masih merasa tidak diadili? Lalu apa namanya rahmat yang Ia beri jika bukan sebuah keadilan? Seharusnya Tuhan yang bertanya pada kita, mana keadilan yang kau berikan untuk-Ku? Sudahkah bersyukur? Tuhan memberikan sebuah kegagalan hanyalah alasan untuk mengajarkan kita sedikit tentang arti sebuah kesabaran dan sepotong keikhlasan. Dari hal itu juga nantinya kita akan belajar mengenal arti sebuah kedewasaan. Tuhan memberikan kita sebuah kegagalan agar nantinya kita mengerti bagaimana perasaan seorang teman kita yang gagal. Lalu apa? Kita yang dewasa, kita yang pernah merasakan berada di tempatnya akan mampu membangkitkan teman kita agar tidak cepat menyerah. Membawa kembali semangatnya yang dulu begitu menggebu-gebu. Percayakan semua impian-impian itu kepada Allah Swt. Karena hanya Dialah yang Maha Tahu apa yang terbaik buat kita. Lagipula, bukankah Ia telah jelas menukilkannya dalam surat cinta yang tak pernah hilang sejak beribu tahun yang lalu. Bahwa sesudah kesusahan, ada kemudahan. Aku mengartikannya berbeda. Bukan setelah kesusahan, melainkan di samping kesusahan itu sendiri. Kesusahan datang dengan membawa solusinya. Kita hanya perlu mencarinya lebih dalam. Tepat di dalam hati. Bahwa sesungguhnya yang harus kita lakukan hanyalah berserah diri. Tuhan lebih tahu apa yang kita butuhkan, bukan yang kita inginkan. Lalu apa yang harus kita lakukan ketika kegagalan itu datang? Satu yang harus kita ucapkan. Alhamdulillah. Mengapa? Karena itu artinya Tuhan masih peduli. Tuhan menginginkan kita untu menjadi lebih ikhlas, lebih sabar, lebih dewasa. Lalu bagaimana jika kita terus-menerus gagal? Bukankah itu sama sama dengan ketidakadilan? Tuhan itu Maha Adil. Kalau kita terus-terusan diberi kegagalan itu artinya tingkat keikhlasan kita belum seperti yang Tuhan inginkan. Kita masih belum dapat mengontrol emosi kita sendiri. Kita masih belum bisa menerima keadaan kita. Bukankah seorang manusia harusnya menjadi qana’ah? Menerima segala apapun kehendak Tuhan. Ingat! Kita hanya menumpang di bumi ini. Tubuh, roh, harta, segala yang ada hanyalah titipan. Dan kita, hanyalah ciptaan! Jadi, kalau gagal ya tetap, harus bersyukur! J *** Banyak sekali kita lihat di sekeliling kita orang yang telah bersusah payah menggapai sesuatu harus gagal di akhir. Atau mungkin kita sendiri pernah merasakannya. Berjuang mati-matian, tetapi akhirnya semua gagal. Haruskah kita mengadili Tuhan? Bahwa ini semua adalah kesalahan-Nya? Terlalu sombong menurutku jika jawabannya memang ‘iya’. Kenapa? Ia telah memberikan apapun yang kita butuhkan. Dan mungkin, di balik kegagalan itu ada sesuatu istimewa yang telah Tuhan persiapkan. Kenapa harus marah? Kalau akhirnya tak ada kerugian sedikit pun untuk diri kita nantinya. Tak usah jauh membicarakan orang lain. Aku adalah salah satu dari sekian banyak orang yang telah menelan bulat-bulat sebuah kegagalan. 2012, tahun di mana aku menyelesaikan SMA. Menjadi siswi di salah satu SMA International membuatku percaya diri dapat masuk ke sebuah universitas ternama, setidaknya Universitas Indonesia. Ini awal mulanya. Tuhan membenci hamba yang sombong hati. Dan tahun itu aku tidak lulus di UI, Tuhan memberikan aku sebuah bangku di universitas lain dengan jurusan yang tidak kuinginkan. Siswa yang baru lulus SMA, aku menyebut usia di mana emosi seseorang tengah labil, tetapi memiliki semangat membara. Begitu pula aku. Aku memilih untuk tidak mengikuti ujian masuk universitas lainnya, melainkan menangguhkan satu tahun hidupku ke depan untuk mengikuti bimbingan belajar. Lihat, di sini saja Tuhan membalas kesombongan hatiku bahwa sekolah international bukan berarti aku dapat lulus dengan mudah. Enam bulan lebih aku bergulat dengan seluruh pelajaran dan beribu soal-soal. Aku sampai hafal tahun soal-soal ujian tersebut. 2013, aku kembali mengikuti ujian masuk untuk seluruh universitas atau yang dikenal dengan nama SBMPTN. Tak hanya itu, aku juga ikut SIMAK UI, jalur masuk khusus ke Universitas Indonesia. Kali ini aku benar-benar yakin bahwa enam bulan yang telah kulalui sungguh-sungguh itu akan terbayar dengan sebuah kelulusan. Kun dan fayakun memang milik Allah Swt. Aku tak punya sedikit pun kemampuan untuk mengubahnya. Seberapa besar pun aku yakin dapat menjawab soal-soal ujian jika Allah Swt. berkata aku tidak lulus, ya aku tidak lulus! Dan kesimpulannya, aku tidak lulus! Putus asa? Hampir! Stres? Tentu saja! Namun, aku lebih memilih untuk bangkit. Ini belum berakhir. Impianku terlalu besar untuk berakhir hanya karena kegagalan. Aku mendaftar ke berbagai universitas swasta terbaik di Indonesia. Mengirim seluruh berkas-berkas nilaiku di SMA. Lalu ternyata, Tuhan menjawab doa panjangku. Berkas-berkasku diterima di Universitas Muhammaddiyah Yogyakarta, jurusan Hubungan Internasional. Bahagia? Tentu saja. Perjuangan melelahkan akhirnya berbuah indah. Namun sekali lagi, Kun dan fayakun milik-Nya! Orang tuaku tidak mengizinkan aku tinggal di Jogja karena alasan banyak berita yang tak baik di sana. Beribu alasan kembali kulayangkan. Mulai dari banyaknya teman-temanku yang juga kuliah di sana hingga siap tinggal di sebuah asrama hafidzah. Namun, tetap saja. Ayahku bukan tipe orang yang mudah membalikkan apa yang sudah menjadi keputusannya. Aku, pasrah! Tak ada jalan lain. Tak ada universitas lain. Tak ada lagi ujian masuk. Haruskah setahun ke depan juga kugadaikan? Tidak. Aku tak lagi ingin kehilangan setahunku untuk dibayar dengan kegagalan lagi nantinya. Untuk kali ini, aku hanya bisa bilang, aku putus asa! Aku kembali melihat ke dalam diriku sendiri. Mencari di mana letak kesalahanku. Mengapa Tuhan tak mengizinkan aku mencicipi bangku kuliah? Dan saat itu aku sadar, ada segumpal benda kotor dalam hati yang patut kubuang jauh-jauh. Kesombongan! Ya, mungkin aku terlalu sombong dengan kemampuanku hingga lupa bahwa kemampuan Tuhan lebih dari segala apapun. Kali ini, aku mengaku kalah. Aku malu dan aku pasrah. Benar-benar pasrah. Kubuang seluruh gumpalan kotor itu dan menyerahkan semua impian ini hanya pada Allah Swt. Terserah ke mana pun Ia membawa kaki ini melangkah. Karena kuyakin Dia lebih tahu yang terbaik untukku. Sholat panjang dan doa yang tak terputus kuhantarkan. Sekali lagi, Kun fayakun adalah milik-Nya! Sebuah hadiah Ia datangkan di saat aku berada di titik terendah dalam hidup. Bukan lagi Universitas Indonesia, bukan lagi di Indonesia. Dia memberikanku lebih dari yang kuduga. Sebuah beasiswa penuh pendidikan di negeri dua benua. Negeri yang dulu pernah menjadi impianku juga. Turki! Kita memang takkan pernah mengerti jalan mana yang Tuhan inginkan. Kita memang tak pernah paham ke mana Ia menuntun kita. Yang harus kita lakukan hanyalah percaya. Percaya bahwa Ia takkan mungkin meninggalkan kita. Aku ingat di suatu malam kepulanganku dari luar kota. Tak sengaja berucap, Tuhan izinkanlah aku melihat langit yang sama di tempat berbeda. Lihatlah! Tuhan memang Maha mendengar! Ia mengabulkan doa yang kusiratkan dalam hati dengan sebuah kenyataan. Melihat langit yang sama di tempat berbeda. Di negeri Mevlana. Lalu, haruskah Tuhan kuadili untuk kegagalan yang lalu? Terlalu sombong menurutku. *** Sukses bukanlah segalanya. Menjadi orang yang lebih baiklah yang utama. Membuat orang lain yang sedang kesusahan bahagia. Membawa ia keluar dari masalahnya. Tetapi, sebelum itu yang harus kita lakukan adalah keluar dulu dari sisi buruk diri kita. Lupakan apa yang telah terjadi di belakang. Yang gagal biarlah jadi kenangan dan titik api penyamangat kita ke depan. Rajut kembali mimpi, tegakkan kembali asa. Gantung setinggi-tingginya impian itu. Jangan pernah takut untuk jatuh. Karena Tuhan sendiri yang akan memeluk mimpimu. Ada sebuah kalimat yang selalu kuingat. Seseorang yang menaiki tangga untuk mencapai titik tertinggi bisa jadi terjatuh. Namun, ia hanya akan terjatuh di tangga sebelumnya. Namun, seseorang yang menaiki lift untuk menggapai tingkat tertinggi akan jatuh satu, dua, bahkan hingga lantai terakhir. Bukan mimpi yang terlalu besar bagi kita. Namun, seberapa besar kita untuk mimpi itu. Letakkan mimpi itu mulai sekarang di depan kening kamu. Namun, jangan lupa untuk selalu berdo’a. Karena tanpa-Nya semua hanya akan sia-sia Tuhan, hari ini aku Harus menegak lagi kata yang orang-orang sebut sebagai “Kegagalan”. Pahit memang Tapi, aku tahu Engkau akan menghadirkan ramuan manis di akhir Menghilangkan pahit di ujung hati Bukankah itu yang pernah Kau tulis di surat cinta-Mu? Mataku, tak pernah sampai menjangkau maksud-Mu Jiwaku, tak pernah sampai mengerti rencana-Mu Hamba-Mu ini hanya selalu menggantungkan harap Dan Kau yang menuntunnya Tuhan, Bawalah mimpi itu tepat di jalan-Mu Aku hanya tak ingin lagi terjatuh, lalu mencela Aku hanya ingin jatuh dalam jurang yang Kau siapkan Lalu, aku akan tersenyum dan bilang Sesungguhnya ini terjadi karena Tuhan mencintaiku.
0 Comments
Leave a Reply. |
SELAMAT DATANG :DCategories
All
Archieve
December 2020
|