Sabtu, 12 April. Aku dan Meryem pergi ke Küçük Camlıca Parkı. Sebuah taman kecil dekat asrama. Sama seperti pengunjung lainnya, kami datang untuk menikmati pesona bunga asli Turki. Sejak awal memasuki gerbang, siapapun akan terpesona oleh keindahan warna-warni Tulip. Semburat langit biru keemasan dan angin yang berhembus sepoi pun menambah anggun taman kecil ini. Udara tak begitu dingin. Aku menjinjing jaket di tangan kiri, begitu pula Meryem. Taman ini berada di sebuah bukit. Semakin ke atas, semakin mata tak pernah mau berhenti memandang. Bunga yang hanya akan mekar tepat saat musim semi berlangsung ini berlomba memamerkan kecantikan mereka. Satu kata, semua orang akan jatuh cinta pada Turki karenanya. Kami mencari tempat duduk untuk menikmati es krim dan beberapa cemilan yang kami beli sebelumnya. Saat itulah, aku sadar bahwa handphone-ku tak berada di tangan. Aku mencari ke seluruh tempat. Tas, jaket, kantong celana, namun nihil. Ponselku tak ada. Panik! Kami kembali menyusuri jalan yang sebelumnya kami lewati. Mencari di sela-sela bunga dan rerumputan. Tak ada! Aku menemui polisi sekitar dan menceritakan masalah ini. Kami berpencar. Meryem mencari di daerah bawah dan aku bersama polisi mencari di atas. Polisi itu terus mencoba menghubungi nomorku. Berharap jika terjatuh akan mendengar suaranya. Atau ada seseorang yang berbaik hati mengangkatnya. Tersambung, tapi tak ada jawaban. Hampir dua jam lebih kami mencari. Langit mulai gelap. Aku tak bisa berlama-lama di luar. Peraturan asrama membuat kami harus segera kembali sebelum malam. Meryem memberikan nomornya kepada polisi. Aku, pasrah. Allah memberikan kita rezeki setiap hari. Dan telah menjadi hakNya jika Ia mengambilnya kembali. Itu yang pertama terlintas di pikiranku. Hanya sebuah benda kecil yang Ia titipkan. Sedih memang. Tapi, di sini letak sebuah kesabaran dan pelajaran untuk mengikhlaskan. Dua hari lalu, aku tak sengaja membaca sebuah kalimat Allah menguji hambaNya dengan sebuah musibah karena İa ingin mendengar rintihannya. Mungkin Allah rindu denganku yang terkadang suka melupakanNya. Aku yang jarang berdoa dan menangis di depanNya. Aku yang terlalu sombong untuk sedikit saja meminta bantuanNya. Mungkin itu sebabnya İa memberikan sebuah ujian kecil ini. Astaghfirullah. Berdoalah dan akan Ku kabulkan permintaanmu. Kalimat yang tak lagi asing. Ya, hanya Allah sebaik-baik penolong. Ia yang lebih mengetahui yang terbaik untukku. Jika memang kehilangan adalah hal yang lebih baik, aku berharap Ia memberikan keikhlasan dalam hati. Sesuatu yang amat sulit, namun cukup untuk memulai sebuah pendewasaan diri. Aku menghubungi abla dan beberapa teman. Meminta doa dari mereka. Satu yang tak kukabari tentang hal ini. Ibu. Aku hanya berpikir ini belum waktu yang tepat untuk mengabarkannya. Mungkin nanti, setelah aku cukup tenang. Yang pasti akan segera memberitahunya. Hanya saja, bukan saat ini. Minggu 13 April, tepat setelah aku selesai Sholat Dzuhur. Sebuah panggilan ke nomor Meryem membuat air mataku luruh. Ketika sebuah kepasrahan dijawab dengan keajaiban. Aku pernah mendengar seseorang berkata. Kau takkan pernah tau kekuatan sebuah doa. Dan kini, Allah menampakkannya. Ponselku ditemukan. Polisi yang memberikan ponselku berkata bahwa aku beruntung. Aku hanya tersenyum. İni bukan sebuah keberuntungan, ini adalah kekuatan Tuhan. Bisa saja orang yang menemukan ponselku bukan orang yang baik lalu menjualnya. Tapi, rencana Allah berbeda. Aku tak tahu siapa orang baik hati yang telah menemukannya. Polisi bilang mereka tinggal di Kartal. Dan ponselku berada di mobil mereka. Wallahualam. Jangan pernah berhenti berharap dan menggantungkan semua padaNya. Dia mendapatimu sebagai orang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan. Lalu nikmat Tuhan manakah yang kau dustakan?
0 Comments
Leave a Reply. |
SELAMAT DATANG :DCategories
All
Archieve
December 2020
|